Semua bermula ketika aku masih duduk di bangku SMA Kelas XI dan dia di kelas X. Sebagai adik kelas, sebenarnya kami pernah satu sekolah ketika SMP, tapi waktu itu kami tidak saling menyapa bahkan mengenalpun tidak. Kami akrab karena pada waktu SMA, kami sama-sama sebagai pengurus OSIS. Keakraban yang dimulai karena ketidaksengajaan hingga berujung pada kedekatan yang melebihi adik kelas lainnya, tetapi masih dalam koridor adik kelas. Dari awal semuanya cukup rumit, sampai dengan saat ini yang masih menjaga komunikasi sampai akhirnya dia menjauh.
Setelah ketidaksengajaan itu, kami cukup sering saling menyapa ketika di sekolah bahkan ketika melakukan kegiatan sebagai sesama pengurus. Hingga akhirnya kami berdua pun sesekali berkomunikasi via aplikasi pesan yang saat itu sedang populer. Akan tetapi semua berjalan tidak semudah yang diperkirakan. Mungkin karena dia terlihat berbeda dari adik kelas lainnya, aku lebih sering memperhatikannya. Bahkan yang masih aku ingat saat kami berpapasan, ketika jam istirahat ataupun tidak ada pelajaran dan aku bersama teman-temanku pergi ke kantin ataupun ke tempat lain, dan disaat bersamaan dia bersama teman-temannya selesai dari tempat itu, seketika pandanganku selalu menuju kearahnya dan disusul dengan tatapannya yang juga menatapku. Seakan mata kami berbicara padahal sepatah katapun tidak keluar dari mulut kami.
Akan tetapi semua kedekatan, chemistry, diantara kami berdua terhalang batu besar karena pada saat itu aku sedang menjalani hubungan lain. Bahkan suatu ketika, ketika dia mendukung teman kelasnya dan membuat status untuk laki-laki lain, dengan polosnya aku merasa kepedean karena menduga itu adalah untukku. Tapi dari kesalahpahaman itu, komunikasi kita semakin mengerucut seakan-akan sedang menjalani pendekatan--pdkt. Bahkan aku sempat bergumam ataupun entah sempat aku utarakan kepadanya, jika kondisiku pada waktu itu tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun, kupastikan bahwa aku ingin menjalin hubungan dengannya lebih dari sekedar adik kelas.
Kebersamaan itu akhirnya berakhir saat aku lulus dari sekolah. Melanjutkan kuliahku di kota besar, membuat komunikasi ku dengannya semakin renggang. Puncaknya saat aku menyadari bahwa dia juga melanjutkan pendidikan di kota yang sama denganku. Padahal pada waktu itu, hubunganku sudah berakhir, dan aku mulai mencoba berkomunikasi lagi dengannya. Tapi pada kenyataannya tidak seperti yang aku harapkan. Ketika roda kehidupan berputar, dan disaat itu ketika aku sendiri, dia sedang menjalin hubungan dengan orang lain. Seakan-akan waktu tidak berpihak pada kami. Hingga akhirnya karena merasa kita bukan sekedar teman biasa, pasangannya pun menjauhkanku darinya. Semenjak itu, hubunganku dan komunikasiku dengannya terputus sampai bertahun-tahun kemudian. Lucunya adalah, ketika selang beberapa tahun, ketika aku sudah menjalin hubungan dengan seseorang dan mengajaknya pergi menonton, dari kejauhan aku melihatnya bersama pasangannya juga yang sepertinya sedang menunggu giliran sedangkan aku dan pasanganku sudah selesai. Aku pura-pura tidak melihatnya. Sampai akhirnya kami berdua kembali berpisah.
Sekitar 2 tahun kemudian semenjak kejadian itu, bahkan setelah aku lulus dari kuliah dan melanjutkan ke dunia pekerjaan, aku secara tidak sengaja melihatnya kembali di akun sosial media yang dulu sempat memblokir akunku. Tanpa pikir panjang aku langsung mencoba menghubunginya. Akan tetapi, kembali lagi roda kehidupan berputar. Saat kami menjalin komunikasi lagi, aku mengetahui bahwa saat itu hubungannya sudah berakhir. Tapi hubunganku dengan pasanganku masih bertahan. Karena merasa menemukan kembali puzzle yang hilang, aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Kami berdua menjalin komunikasi lagi, berbagi cerita dan pengalaman, saling mendengarkan satu sama lain, memberi masukan, karena sama-sama pernah atau sedang melalui masa-masa yang sulit ketika berhubungan.
Tapi memang saat itu aku membatasi bahwa kedekatanku dengannya seperti kakak laki-laki yang melindungi adik perempuannya. Oleh karena itu, karena kedekatanku dengannya tidak diketahui pasanganku, aku ingin menjaga itu. Salah satu keegoisanku sebagai laki-laki yang saat ini aku telah menyadari kesalahanku. Bukan tanpa alasan, karena memang aku merasa bahwa kami telah melalui masa-masa remaja yang sedikit-sedikit kege'eran. Hubunganku dengannya murni sebatas teman sharing, teman curhat. Dia bercerita tentang keresahanya mencari pekerjaan, aku bercerita bagaimana dulu aku juga sempat mengalami itu semua. Dan aku juga mendukung saat dia sudah menemukan laki-laki yang tepat untuknya. Aku hanya tidak bisa diam saja ketika ada yang membutuhkan.
Kedekatan kami semenjak itu bertahan lama, meskipun tidak setiap saat ataupun setiap waktu. Hanya diwaktu-waktu tertentu, ketika dia membutuhkanku, ketika aku membutuhkannya. Apalagi pada saat itu hubunganku dengan pasanganku sendiri mengalami masa-masa sulit, masa-masa jatuh bangun, sampai sempat pada akhirnya hubunganku sendiri sulit untukku pertahankan. Di masa-masa sulit itu, dia yang menemaniku. Sampai aku sendiri lupa dengan kesedihanku. Tapi bukan berarti saat itu kami lantas menjalin komunikasi yang serius. Kami tetap sebagai teman, adik kakak yang saling menjaga. Hingga beberapa bulan kemudian, pasanganku sebelumnya kembali menghubungiku.
Karena masih menyimpan perasaan yang sama, akupun kembali menjalin hubungan dengan pasanganku. Sampai akhirnya, kedekatan kami berdua diketahui. Pada awalnya aku ingin semuanya berjalan baik-baik saja. Masih sesekali berkomunikasi dengannya meskipun pasanganku telah melarangnya. Keegoisanku kembali, mungkin memang aku belum dewasa dan peka terhadap perasaan seperti itu. Alasan yang sederhana tapi tidak dipikirkan dua kali. Karena hubunganku dengan pasanganku belum mencapai tahap yang serius, seperti pernikahan atau bahkan bertunganan, maka aku masih ingin menjalin komunikasi dengannya. Sampai pada akhirnya jika hubunganku telah mencapai keseriusan itu, maka dengan lapang dada aku akan menyampaikan itu kepadanya. Bahwa kedekatan dan hubungan ini harus diakhiri. Dan sebenarnya ini telah aku sampaikan sebelumnya berkali-kali. Dan diapun mengerti. Jika salah satu diantara kami ada yang terlebih dulu mencapai keseriusan itu,, maka harus diakhiri. Apapun yang ingin diceritakan, keluh kesah, keresahan dan segala sesuatu yang sebelumnya kami saling berbagi maka nantinya harus disampaikan pada pasangan masing-masing.
Tetapi, karena murni kesalahanku yang masih labil dengan masa depanku sendiri, aku membuat kesalahan dan memaksa pasanganku mengakhiri hubunganku yang kali ini tidak ada kali kedua. Karena tidak berselang lama, pasanganku sendiri menemukan jalannya bersama orang lain. Setelah ditinggal oleh pasanganku, dia selalu menyemangatiku, menceritakan pengalamannya dan bagaimana dia menghadapinya. Semakin lama kami menjalin hubungan, mungkin ada sesuatu yang berbeda.
Jujur aku sendiri merasakannya. Akan tetapi aku takut dengan perasaanku yang belum seratus persen sembuh, dan apakah aku sendiri pantas untuknya? Apakah aku cukup baik? Dia yang telah mendengar berbagai kisahku entah dengan pasanganku sebelumnya, dengan hubunganku ketika sekolah, pada waktu remaja, apakah aku diperkenankan?
Hingga akhirnya, dia sendiri yang menanyakan hal yang mungkin selama ini dia pendam. Saat kami kembali bertemu, dan membuatku merasa semakin terjerumus oleh perasaanku sendiri. Yang ternyata kami memiliki perasaan yang lain, yang jika diteruskan seperti ini tanpa ada kejelasan bagaimana seharusnya, teman biasa bukan, tapi lebih dari teman juga bukan. Aku pun tidak bisa memberikan jawaban padanya. Apakah aku pantas? Seseorang sepertiku? Bahkan bisa dekat dengannya saja rasanya sudah seperti keajaiban.
Akhirnya dia memilih menjauh, menjernihkan pikirannya, mengontrol kembali perasannya. Aku tidak bisa berbuat banyak. Aku hanya takut mengecewakannya. Mungkin ini juga sebagai bentuk ujian karena aku telah bersikap egois. Mementingkan perasaanku saat semuanya baik-baik saja. Rasanya sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Setelah ditampar keras oleh kenyataan karena hubunganku yang tidak berakhir baik, tidak lama berselang kembali ditampar di sisi lainnya karena dia memilih menjauh dariku. Aku sendiri tidak tahu bagaimana kedepannya. Apakah dia bisa kembali menjadi bersikap layaknya adik kelas, atauhkah menjadi orang lain, ataukah masih ada harapan untukku?
Aku sendiri ragu dengan diriku sendiri. Tapi aku bertekad untuk tidak mengulangi kesalahanku sebelumnya. Aku merasa dengan kejadian ini membuatku lebih bijak dalam menghadapi lika-liku dan makna arti dari sebuah hubungan juga makna arti dari mempunyai pasangan. Sejatinya seperti kata pepatah, 1000 orang teman tidak bisa menggantikan peran 1 orang pasangan, tapi 1 orang pasangan bisa menggantikan peran 1000 orang teman. Aku yang telah menyia-nyiakan 1 orang demi bahkan tidak sampai 1000, 100, 10 orang, belajar banyak dari pengalamanku ini untuk kedepannya.
.
.
Mungkin aku hanyalah satu dari sekian juta laki-laki yang tidak seterus-terang itu dengan apa yang aku rasakan dan bisa aku sampaikan. Mungkin karena terlalu banyak gen dari ibuku dibanding ayahku. Aku tidak seberani itu. Memendam dan merasakannya sendiri meskipun itu menyakitkan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar