Bisakah kita melewati bagian terbaik? Terlalu banyak kenangan, memori yang telah kami lalui bersama. Setelah mengajaknya mengunjungi Rumahku, dan tidak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan panjang dari Pangandaran ke Bandung menggunakan sepeda motornya. Hal yang kuingat adalah ketika melihatnya menahan rasa kantuk dan tertidur di pundakku. Untuk beberapa lama, aku harus menahannya dan bertahan dari rasa pegal di leher agar dia nyaman. Selain itu, juga saat pertama kali kami pulang ke Pangandaran menggunakan bus. Setelah sekian kali sendirian, saat itu aku pulang bersamanya. Dan setelah waktu berjalan cukup panjang, pada akhirnya aku kembali harus sendirian. Setelah akhirnya kami berjalan di jalan kami masing-masing.
Hari itu, setelah kami menyaksikan sebuah film horor bersama, aku mengajaknya untuk pergi ke landmark Kota Bandung bahkan Jawa Barat. Hari dimana aku yakin untuk mengatakannya secara langsung. Setelah waktu yang cukup kami lalui bersama, dan sebelumnya aku telah mengutarakan perasaanku melalui pesan dan telepon, tapi dia masih belum mau menjawabnya dan mengira aku hanya omong kosong belaka kalau tidak menyampaikannya secara langsung. Hari itu pun menjadi saksi dimana aku mengatakannya. Cukup sulit, setelah sekian lama terakhir kali aku mengatakan hal itu kembali. Dan dia menjawabnya beberapa hari kemudian. Akhirnya semenjak itu kami memulai cerita kami. Tepat hari itu, 18 Januari 2018 sampai 31 Januari 2022, 4 tahun 13 hari waktu yang telah kami berikan untuk masing-masing dari kami. Waktu yang tidak akan pernah kembali dan menjadi pembelajaran bagi kami masing-masing.
Memang sama seperti sebuah hubungan lainnya, banyak pasang surut yang terjadi diantara hubungan kami. Bahkan pada dasarnya, dia telah mengakhirinya semenjak Desember 2021, dia telah menutup cerita tentang kami. Tapi bagiku, akhir dari cerita kami tepat pada tanggal 31 Januari 2022. Hari dimana aku mendapatkan kepastian, dan aku telah setidaknya mengetahui takdir kami sampai akhir.
Setelah dia menutup cerita kami, pada akhirnya kami memang tidak saling menghubungi dan berkirim kabar. Pada masa itu, aku mengalami pergolakan batin dan singkat cerita aku akhirnya memutuskan untuk mencobanya sampai akhir. Memberikan apa yang selama ini dia inginkan. Sehari sebelum tanggal 31, temanku memberitahuku sesuatu yang menurutku kabar buruk. Semalaman itu aku tidak bisa tidur. Dan akhirnya pada hari 31, aku berangkat menyongsong takdirku--tadinya. Menggunakan travel dari Jakarta menuju Bandung. Meskipun seringkali aku melakukannya, perjalanan ini terasa berbeda. Sepanjang perjalanan aku memikirkan hasil baik maupun buruknya. Sampai pada akhirnya aku tiba di Bandung, di tempat pemberhentian travel. Yang biasanya dia selalu menjemput, hari itu aku berjalan menuju tempat kerjanya. Mencoba menghubunginya sepanjang perjalanan jalan kaki, dan dia tidak meresponnya, bahkan ketika aku menelponnya lagi, sudah tidak terhubung.
Sampai aku tiba di tempat kerjanya sore hari, dan aku mencoba melihat-lihat apakah ada motornya yang terparkir atau tidak, dan pada akhirnya aku menanyakan satpam tentang keberadaannya, dan memberitahuku bahwa dia sudah pulang tadi siang. Akupun bergegas menuju ke kosannya. Perjalanan kali ini aku menggunakan ojek karena jaraknya cukup jauh, jika melanjutkan jalan kaki, hari keburu malam. Sesampainya di depan kosannya, aku mencoba menghubunginya. Sore menjelang malam, langit Bandung tampak mendung, tanda-tanda akan menurunkan hujan. Saat aku dapat menghubunginya, dia menelponku.
Dia menanyakan keberadaanku di Bandung, dan aku menjawab untuk mengatakan sesuatu padanya. Tak lupa aku bertanya, apakah aku bisa bertemu denganmu, dan membicarakannya empat mata? Diapun menjawab, tidak perlu, cukup di telepon saja. Aku yang tepat berada di depan kosannya, dengan pasrah menurutinya. Sebelum mengatakan niatku, aku menanyakan dan memastikan kabar yang ku dapat dari temanku sehari sebelumnya. Dan dia mengiyakannya. Tiba-tiba, hujan turun perlahan. Berat, saat mendengarnya. Terlebih dari apa yang terjadi ternyata sudah jauh dari perkiraanku.
Pada akhirnya, meskipun aku mencoba mengutarakan niatku secara empat mata dan dia enggan, aku menyampaikannya di telepon. Saat aku memulai perkataanku, hujan turun semakin deras, aku tetap berdiam didepan kosannya sambil mengutarakan perasaanku. Membaca kembali catatan yang telah kusiapkan sebelumnya, dan melewati beberapa bagian yang menurutku sudah tidak relate dengan kondisi sebenarnya setelah mendengar dia memastikan kabar buruk itu. Dan pada senja hari itu, di tengah hujan, aku mendapatkan jawaban yang kubayangkan merupakan hal buruk. Aku terlambat untuk menyadarinya, dan aku terlambat untuk mengutarakan niatku. Semua yang terjadi sebelumnya sampai jawabannya itu, menggiringku pada kesimpulan mau bagaimanapun, jodoh di tangan Tuhan. Untuk terakhir kalinya, aku ingin memberikan catatan itu untuknya, dan sekedar melihatnya untuk yang terakhir kali. Akhirnya diapun mau, dan aku mengucapkan kalimat perpisahan padanya. Memang aku tidak bisa menceritakan secara detail apa yang terjadi pada hari itu.
Dia yang telah menemaniku selama 4 tahun, menemaniku saat duduk di bangku kuliah S1 Lanjutan, bersama-sama melalui skripsi, dan mencari pekerjaan, sampai akhirnya terpisah jarak karena aku di Jakarta dan dia di Bandung, yang sama-sama berjuang untuk mempertahankan hubungan ini agar sampai ke jenjang selanjutnya, melewati pasang surutnya perasaan, 5 tahun aku di Bandung, meskipun bersamanya terbilang 2 tahun, tapi sepenuhnya Bandung adalah dia, dia adalah Bandung, 2 tahun berjuang saat jarak jauh (LDR) semuanya membawaku pada hari dimana aku mengetahui bahwa dia bukanlah jodoh ku, dan aku bukanlah jodohnya. Aku telah memenuhi perkataanku, pada saat hubunganku bersamanya surut, dan aku memilih ingin bertahan sampai aku mengetahui dia jodohku atau bukan, dan akhirnya aku memenuhinya. Mengapa semua bisa sampai terjadi?
Tentu tidak terlepas dari kesalahanku. Sepenuhnya aku mengetahui dan aku baru menyadarinya setelah aku kehilangannya. Rasa penyesalan tentu ada, sulit menjalani hari-hari selanjutnya untuk beberapa saat. Bahkan aku kehilangan nafsu makan. Tetapi setelah memikirkannya kembali, ini memang yang terbaik untuk dirinya dan aku sendiri. Semakin hari, aku semakin mengilhami ujian yang menimpaku. Belajar dari kesalahan dan tentu saja semakin dewasa dengan pelajaran yang telah dialami. Pelajaran yang sangat berharga, yang tentu tidak semua orang pernah mengalaminya. Tapi bukan berarti aku satu-satunya. Dan seiring berjalannya waktu, tidak ada lagi kata menyesal. Semua terjadi sudah pada ketentuannya, dan Tuhan telah punya rencana-Nya untuk kami berdua.
Aku telah mengikhlaskannya, memperbaiki diri sendiri dan akan tiba waktunya akupun mendapatkan giliranku. Dan untuknya, "I wish nothing but the best for you", sebuah potongan lirik dari sebuah lagu. Kami telah menemukan jalan kami masing-masing, di hari itu jalan yang sebelumnya kami lalui bersama, beriringan, yang berharap akan bertahan selamanya, harus menerima kenyataan bahwa kami harus menempuh jalan masing-masing. Apapun yang terjadi di jalan kami masing-masing, yang ingin kusampaikan ....
.
.
Hati-hati di jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar