Aku memiliki beberapa pengalaman, mengapa aku sampai bisa membuat pernyataan itu. Terlebih mungkin karena memang aku tidak mempunyai keahlian maupun kemampuan untuk bisa membawa itu ke tahap yang lebih jauh. Bagai mengejar layangan yang sampai saat ini belum berhasil aku gapai. Pengalaman pertama yang pernah aku lalui sebelumya pernah aku ceritakan di postingan Dia yang Terbang Sebelum Hinggap, dan aku akan melengkapi kisahnya yang belum terceritakan.
Setelah kejadian yang membuatnya kecewa, kami tidak pernah lagi berkirim kabar. Sampai pada akhirnya kami lulus. Pada hari kelulusan, kampus kami melakukan dua kali acara wisuda. Dan dia mendapatkan jadwal di hari pertama, sedangkan aku di hari kedua. Di hari itu, Jumat 24 November 2017, hari pertama wisuda dan dia di hari itu. Awalnya aku tidak akan berangkat ke kampus, karena tidak ada senior maupun yang aku kenal yang harus diucapkan selamat, kecuali dia satu orang. Tetapi, ada salah satu temanku yang memiliki kenalan lain yang diwisuda pada hari itu, dan mengajakku. Dan akhirnya kami berdua berangkat ke kampus. Kami menyempatkan beli bunga, temanku membeli buket bunga, dan aku hanya dua tangkai bunga mawar merah. Yang awalnya aku niatkan untuk memberikannya padanya, jika ada kesempatan.
Kami berdua menunggu orang yang kami cari, dan temanku lebih dulu menemukan kenalannya dan memberikan bunganya. Tinggal giliranku. Lama mencari, akhirnya aku menemukannya. Tapi aku hanya melihatnya dari jauh, menyapa teman-temannya, bercengkrama, senyum manis diwajahnya, dan raut kebahagiaan yang dia rayakan bersama keluarganya. Aku tidak berani menghampirinya. Aku beralasan belum menemukannya kepada temanku, sampai akhirnya aku memberitahukan dia kepada temanku. Desakan untuk segera memberinya malah membuatku semakin urung untuk memberikannya. Dan membuat temanku tidak sabar ingin segera pulang. Awalnya aku pasrah dan mengajak temanku untuk kembali ke kosan. Tiba di bangku di belakang gedung fakultas, kami berdua duduk sejenak membicarakan nasib bunga yang masih kupegang. Membuangnya? Memberikannya kepada siapapun? Sampai akhirnya seorang teman perempuan satu kelasku lewat, dan kami saling menyapa.
Menanyakan apa yang kami lakukan disini, dan dengan polosnya menawarkan untuk membantuku memberikan bunga itu kepadanya. Lantas kami bertiga kembali ke depan gedung, sempat mencarinya kembali sampai aku menemukannya dan aku memberitahu dia yang mana orangnya. Dengan percaya diri, teman perempuanku ini langsung menghampirinya. Seketika aku gugup, dan balik kanan untuk segera pergi kembali ke belakang gedung melalui aula gedung untuk menuju pintu belakang. Tiba-tiba, namaku dipanggil dari belakang. Dan ketika aku berbalik, temanku memanggilku, menyuruhku untuk mendekat, dan kulihat dia menyusul dari belakang.
Perasaan gugup seketika menguasaiku, perlahan aku berjalan mendekat, dan dia pun mendekat ke arahku sampai kita bertemu di tengah gedung. Aku memberikannya selamat dan juga bunga mawar yang masih ku pegang. Tak lupa kami bersalaman, dan sebagai kenang-kenangan kami berdua berfoto dibantu oleh temanku. Kemudian aku berpamitan padanya, dan dia kembali ke keluarganya dan melanjutkan perayaannya, aku kembali pulang dengan perasaan senang.
Pada malam harinya, aku sudah berkumpul bersama keluargaku karena besok adalah hari wisudaku. Di tengah kebersamaanku dengan keluarga, aku masih sempat menghubunginya melalui aplikasi pesan. Dari yang aku dapati, dia dan keluarganya sudah kembali pulang ke kampung halamannya, tak lupa dia juga memberikan selamat dan minta maaf karena tidak bisa datang di hari wisudaku. Aku sudah menduganya, dan aku membalasnya dengan baik. Karena aku merasa bahwa pertemuan hari ini adalah yang terakhir dan kami tidak akan bertemu lagi, aku memberanikan diri untuk memberitahukan perasaanku padanya. Memang terasa seperti anak kecil, karena menyampaikan melalui sebuah pesan. Tapi apa daya, aku tidak bisa bertemu lagi dengannya semenjak kejadian sebelumnya, dan juga tentunya dia tidak mudah menerima teleponku jika aku ingin menyampaikannya di telepon.
Akhirnya, sebuah pesan panjang berisi perasaanku agar dia tau, aku kirimkan kepadanya. Dan dia membacanya dan langsung memberikan jawabannya padaku. "Maaf", kalimat pembuka yang dia sampaikan untuk mengatakan padaku bahwa dia tidak bisa membalas perasaanku. Dengan alasannya sendiri. Saat aku menyampaikannya, aku memang tidak mengharapkan jawabannya, aku hanya ingin dia tau. Bahwa selama ini aku menghubunginya, berusaha mendekatinya semata-mata karena aku suka kepadanya. Dan aku mengetahui bahwa apa yang aku lakukan, atau usahaku untuk mendapatkan hatinya, tidaklah cukup. Aku terlalu pengecut dan aku tidak mempunyai keahlian/kemampuan yang sudah kusebutkan diawal untuk mendekati seseorang yang kuanggap asing karena kami bukan dari lingkungan (circle) yang sama. Meskipun satu fakultas, kami berbeda jurusan. Dan ada banyak jurusan di fakultasku.
Aku yang pernah melihatnya, menyukainya dari awal aku mengenalnya, dan dia tidak mengenalku bahkan aku ragu dia tau aku yang mana orangnya. Melihatku sebagai orang asing yang mencoba masuk ke kehidupannya. Dari semester 2 aku mencoba menjalin komunikasi dengan dia sampai semester 5 yang pada akhirnya kami bertemu pertama kali yang mungkin pertama kalinya dia mengetahui aku seperti apa orangnya.
Semenjak saat itu, aku kehilangannya, dia melanjutkan perjalanannya dan aku melanjutkan perjalananku dengan masih di kampus yang sama. Meskipun tidak berakhir bahagia (happy ending), tapi kisahku dengannya menjadi pengalaman yang menarik. Dimana aku hanya bisa tertawa dengan apa yang aku lakukan dahulu. Sebagai pelengkap di masa-masa kuliahku yang penuh dengan pengalaman-pengalaman menarik. Hingga akhirnya aku mengalami kejadian yang sama, sama-sama memiliki perasaan terhadap seseorang yang aku tidak mengenalnya sama sekali. Hanya pernah melihatnya sekali dan memang hanya kenal sebagai orang asing di salah satu media sosial. Kenapa aku bisa mengetahuinya dan memiliki perasaan kepadanya? Akan aku sambung di Bagian Kedua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar