Dia tidak pernah menginjakkan kakinya, bepergian sendiri ataupun sengaja mengunjungi. Tetapi semenjak hari itu, menjadi salah satu tempat yang sering dia kunjungi bahkan sendirian. Sebuah tempat yang dulu asing buatnya menjadi sesuatu yang dia juga bisa menyebutnya, Rumah.
Sebuah tempat yang bagi orang asing bukan apa-apa, hanya sebuah persinggahan sementara untuk melanjutkan ke satu tujuan yang sama. Tujuan itu adalah Pangandaran. Tempat wisata yang bisa dikunjungi segala usia, sendirian, bersama teman sejawat, pasangan, dan tentu saja keluarga. Banyak lokasi wisata yang ditawarkan selain pantainya. Tapi bukan itu yang akan ku bahas, melainkan Kalipucang. Terasa asing? Tentu saja, tidak semua orang mengetahuinya kecuali hanya orang-orang yang tinggal di daerah dekat Kalipucang. Tapi tanpa Kalipucang, akses menuju Pangandaran akan terputus dan salah satu aksesnya perlu memutar jauh dan memerlukan berjam-jam lamanya dibandingkan melalui Kalipucang.
Sebuah nama, daerah, dimana rumahku berada. Dan aku bangga menjadi salah satu penduduknya. Tapi bukan Kalipucang juga yang akan ku bahas, cerita kali ini tentang dia yang baru pertama ke Kalipucang, tepatnya Rumahku.
Ketika liburan tiba, aku mengajaknya untuk pergi mengunjungi Kalipucang. Ada beberapa tempat wisata juga seperti Pantai Karang Nini dan Pantai Karapyak yang berada di Kecamatan Kalipucang. Bagi dia yang terlahir di Pangandaran, menuju Kalipucang menjadi sebuah tantangan. Karena tidak semua pelajar sekolah perempuan Pangandaran yang berani menuju Kalipucang. Selain jauh kira-kira 20KM, juga melalui perjalanan yang terkenal banyak memakan korban muntah-muntah. Jalan berkelok yang disebut Emplak. Dia pun salah satunya. Meskipun ke pernah ke wisata Karapyak atau Karang Nini, tetapi bersama keluarganya ataupun bersama rombongan temannya. Tidak pernah sendirian.
Karenanya aku ingin mengenalkan dia ke beberapa tempat yang jarang dikunjungi oleh orang lain bahkan aku ragu dia sendiripun tahu.
Hari yang dijanjikan pun tiba, aku menjemputnya dan membawanya pergi ke Kalipucang. Itu adalah kali pertama aku mengajaknya keluar, pergi berduaan saja tanpa mantan teman-teman satu kelas dulu yang sebenarnya sering melakukan perjalanan tapi aku tidak pernah di plot berdua dengannya. Hari itu aku mengendarai sahabatku yang sudah menemaniku semenjak SMP, motor Vario Techno yang legendaris. Membawanya dengan lembut agar diapun terasa nyaman. Menikmati hembusan angin seolah-olah pergi tour jauh. Melewati kelokan Emplak, bercerita tentang masa lalu, bercanda dan menikmati setiap detik perjalanan dengannya. Sampai tiba di lokasi pertama, Pantai Karapyak.
Membawanya melalui akses yang sudah ditinggalkan, membawanya menyusuri Karapyak dan berhenti di salah satu tempat yang memang baru dibuka. Setelah selesai dan dirasa cukup, aku membawanya ke sebuah tempat yang tidak pernah dikunjunginya, yaitu Majingklak. Memang bukan tempat wisata, tapi dulunya pernah berjaya sebagai pelabuhan besar yang saat ini sudah tidak aktif. Pantai Karapyak sendiri berada di tengah-tengah Pangandaran – Kalipucang. Menuju Majingklak artinya semakin mendekati Kalipucang. Akupun mengajaknya melalui jalan yang tidak pernah dilaluinya. Menuruni perbukitan yang masih rindang, semilir angin sejuk meskipun cuaca cerah. Dan sampailah di daerah Majingklak. Hari itu aku menjadi Tour Guide-nya. Menjelaskan tentang daerah Majingklak, apa yang pernah aku lakukan dulu, dan semua perubahan yang telah terjadi selama hidupku.
Tidak lama, hanya sekedar menunjukkannya lalu aku membawanya pergi ke tujuan selanjutnya yang semakin mendekati kawasan tempat tinggalku. Melalui jalan yang lurus panjang, dengan pinggiran pohon-pohon yang membuatnya teduh, dengan pemandangan dikiri-kanannya area persawahan. Angin berhembus membuat hati damai dan sejuk. Dan tibalah di salah satu peninggalan Belanda, terowongan kereta dan bekas jembatan yang menyebrangi lembah. Kita berhenti sejenak, membiarkan dia melihat sisi lain dari Kalipucang. Tempat yang berada di pedalaman Kalipucang yang memang dikelilingi perbukitan dengan hutan yang masih terjaga. Terowongan kereta ini yang kita kunjungi salah satu dari 3 terowongan yang jaraknya berdekatan. Aku kembali menjelaskan hal yang ku ketahui. Dulunya jalur kereta api sampai Pangandaran – Cijulang, tetapi karena sudah usang, sehingga berhenti beroperasi dan menjadi peninggalan Belanda yang mengagumkan. Setelah melewati terowongan yang kita berhenti, didepannya terbentang jembatan kereta api Cikacepit. Setelah itu, kembali menemui terowongan kereta api yang berbelok dan barulah sampai ke Terowongan Kereta Api Terpanjang di Indonesia, Terowongan Wilhelmina atau didaerahku disebut Terowongan Sumber. Sepanjang kurang lebih 1KM, dengan pintu masuk besar dan diujung sana pintu keluar dengan cahaya yang sangat kecil bahkan tidak keliatan. Semuanya gelap.
Setelah melihat jembatan Cikacepit, aku mengajaknya melewati terowongan kereta apinya yang hanya 100M, meskipun pendek tetapi karena jalan nya tidak di aspal, masih tanah bercampur batu yang membuatnya licin karena tidak pernah terkena sinar matahari, ketika masuk suasananya langsung berubah, gelap, kiri kanannya dinding terowongan yang sudah usang membuatnya semakin horor. Bahkan aku sendiri tidak berani melaluinya.
Akhirnya aku membawanya ke persinggahan utama. Rumahku. Mengenalkan tempat tinggalku, lingkungan tetanggaku, rumah Paman-Bibiku, Nenekku, teman-temanku, dan tentu saja Home Sweet Home-ku. Setelah perjalanan panjang yang cukup melelahkan. Aku menyuruhnya masuk, mengenalkan ke Orangtua ku. Dan mengajaknya sedikit berkeliling. Tempat dimana aku dibesarkan, mengalami masa kecil dan masa remajaku.
Aku suguhi minuman, kemudian kita bercerita kembali sama halnya ketika aku pertama bertemu, dan dia mengajakku ke rumah temannya. Setelah lelah, haus hilang dan waktu yang sudah menunjukan sore hari. Aku mengantarkannya pulang tetapi melalui jalan utama menuju ke Pangandaran. Touring satu hari di Kalipucang pun berakhir. Tapi tidak dengan kisah selanjutnya. Sama seperti yang aku bilang sebelumnya, tempat yang asing buat nya menjadi salah satu rumah keduanya. Dan tentu saja touring kita juga tidak berakhir disini. Karena tidak lama kemudian, kita benar-benar bepergian jauh menggunakan motor. Dan mimpi ku menjadi kenyataan. Dimana setelah 3 tahun sebelumnya, aku selalu pergi naik motor sendirian, hari itu akhirnya aku ditemani dia. Dan itu adalah tempat yang aku juga sebut sebagai rumah kedua. Tempat dimana aku melanjutkan sekolahku dan menjadi tempat spesial dari kecil sampai sekarang.
.
.
Bandung, ku pasti kembali ~ oleh Fiersa Besari - Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar