Siang itu, aku bersiap-siap untuk pergi menemuinya. Memakai pakaian terbaikku, menggunakan minyak wangi dan meminjam helm temanku, dengan terburu-buru aku langsung melesat meninggalkan kontrakan menuju ke tempatnya. Aku tidak mau membuatnya menunggu terlalu lama. Dan aku juga sangat tidak sabar untuk melihatnya kembali setelah bertahun-tahun menghilang dari kehidupanku. Sabtu, 25 November 2017 adalah hari dimana dia kembali menghubungiku. Mengucapkan selamat atas kelulusanku. Sebelumnya saat ulang tahunnya, aku mengucapkan selamat. Tapi aku tidak melanjutkan percakapan itu karena aku merasa sudah terlalu jauh. Tetapi hari itu, setelah mengucapkan selamat, dia meneruskan percakapan dan membuatku bertanya-tanya. "Ada apa ini? Kenapa hatiku berdebar-debar menunggu balasannya dan kenapa dia berbeda sekali dengan waktu itu?". Empat tahun yg lalu, aku pernah mencoba menghubunginya tapi responnya sangat dingin dan memaksaku untuk tidak melanjutkannya.
Setelah percakapan selamat atas wisudaku, aku bertanya tentang kabarnya dan tentang penyakit yg pernah menimpanya. Aku sangat menyesal, waktu itu aku tidak sempat menjenguknya. Padahal dia dirawat dan kuliah di kota yg sama denganku. Tapi dia tidak mempermasalahkannya. Aku sangat senang ketika tau bahwa dia telah melewati masa sulit dan sedang fokus dalam pemulihan yg mengharuskan dia datang ke rumah sakit setiap 3 bulan sekali untuk 𝑐ℎ𝑒𝑐𝑘-𝑢𝑝. Dari responnya yg hangat membuatku tidak ingin mengakhiri percakapan itu. Aku terus bertanya, sampai aku menanyakan kapan dia akan kembali 𝑐ℎ𝑒𝑐𝑘-𝑢𝑝. Satu bulan dari sekarang, waktunya untuk 𝑐ℎ𝑒𝑐𝑘-𝑢𝑝 kembali ke RS. Dan aku menawarkan diri untuk bisa menemaninya. Awalnya dia menolak, tapi karena aku bersikukuh. Akhirnya dia mau menerima tawaranku.
Aku sangat tidak sabar untuk segera menemuinya. Satu bulan itu, kami sudah membicarakan banyak hal. Salah satunya adalah masa dimana kami menghabiskan masa SMA. Dia adalah teman lamaku, tepatnya teman sekelas. Meskipun pada waktu itu kami bukan teman akrab. Karena aku terlalu gugup untuk mendekatinya atau sekedar mengobrol secara normal. Untuk dapat perhatiannya, aku selalu mengganggunya dan membuatnya kesal. Sampai ada salah satu teman perempuan sekelasku yg bertanya padaku, "Kamu suka ya sama dia?", sontak aku kaget dan mengelak. Padahal setelah sekian lama dan dari 30 orang teman sekelasku yg lain tidak ada yg menyadarinya. Bahwa memang sesungguhnya, dengan mengganggunya aku bisa mendapatkan perhatiannya.
Sebulan menunggu dan hubungan kita semakin dekat. Akhirnya sampai di malam sebelum hari H. Besok, Semua penantianku akan terbayarkan dan aku dapat kembali melihatnya. Tapi tiba-tiba ketika aku menanyakan perihal pertemuan besok, dia membatalkannya. Dia berasalan bahwa dia merasa tidak enak kalau harus membuatku menunggu ketika dia diperiksa. Aku tidak merasa keberatan, tapi sekarang dia yg bersikeras. Semua ekspektasi dan khayalanku hancur. Aku tidak membalas pesannya.
Semalaman aku merasa kecewa, dan aku berfikir mungkin memang kami tidak bisa sampai ke tahap itu. Hanya sebatas mantan teman sekelas, tidak lebih dari itu. Aku membulatkan tekad untuk menjauhinya, karena percuma saja. Aku merasa tidak dianggap, keinginanku untuk bertemu dengannya, melihatnya kembali secara langsung, membangunkan perasaanku yg sudah lama tenggelam, semua percakapan yg aku bangun untuk hari ini semuanya hancur. Pagi harinya aku hanya berfikir kalau dia sudah ada di RS untuk melakukan 𝑐ℎ𝑒𝑐𝑘-𝑢𝑝. "Ah sudahlah", aku bergumam. Setelah selesai Shalat Jumat, aku yg sedang menikmati makan siangku tiba-tiba bunyi menandakan pesan masuk. Dengan polosnya dia berkata, "Kamu jadi ngga jemput aku?".
Seketika aku menghentikan segala aktifitasku dan fokus untuk membalas pesannya. Tentu saja aku mau menjemputnya. Sungguh mudah luluh sekali hati ini. Perasaan marah, kecewa semalam tidak ada artinya. Aku langsung bersiap-siap, memakai pakaian terbaikku dan langsung melesat ke tempat yg dijanjikan. Sepanjang perjalanan, aku memikirkan bagaimana cara berbicara padanya, apa saja yg harus aku tanya, ketika nanti dia sudah duduk di belakangku. Apakah aku perlu mengajaknya makan di suatu tempat. Tapi dimana? Atau haruskah mengajaknya ke mall semua itu aku pikirkan agar mempunyai waktu yg lama dengannya. Sampai aku lupa memikirkan bagaimana responku saat pertama kali menyapanya.
Sampai akhirnya aku tersadar sudah sampai di lokasi yg dijanjikan. Aku memberitahukan posisiku, dan dia juga memberitahukan posisinya. Dia sudah menunggu di depan jalan keluar RS dan aku harus memutar balik. Sebelum memutar balik, aku berhenti lagi di depan pom bensin, mengumpulkan keberanianku dan kembali melanjutkan perjalanan. Sesudah berputar arah, aku melaju pelan sambil memperhatikan sekitar, mencarinya. Dan aku berhenti tepat didepannya. Aku memanggilnya dan dia melihat kearahku. Kami saling menatap dan dia menyipitkan matanya. Aku terlalu canggung karena melihatnya meskipun masker menutupi sebagian keindahannya. Kemudian dia duduk di belakangku. Aku menanyakan padanya apakah ada tempat yg ingin dia kunjungi, atau apakah dia ingin berhenti makan dulu, atau mau main ke mall yg dekat. Tapi dia menjawab ingin langsung pulang. Dia ikut tinggal di rumah teman kuliahnya untuk beberapa hari. Jadi aku mengantarkannya ke rumah temannya. Meskipun cukup menyayangkan karena tidak sempat untuk main dulu, tapi aku juga cukup lega karena tidak perlu memikirkan langkah apa selanjutnya jika dia menerima ajakanku.
Di perjalanan pulang, kami mengobrol beberapa hal sampai akhirnya tiba. Awalnya aku berniat untuk langsung berpamitan, tapi dia menawarkanku untuk mampir sebentar. Tentu saja aku menerimanya. Kami melanjutkan pembicaraan, dia memberikanku segelas air. Ternyata lebih menegangkan dibanding pertemuan pertama tadi. Apalagi saat dia melepas maskernya. Tidak ada kata kata yg bisa menggambarkannya. Mataku tidak lepas memperhatikannya. Meskipun dia cukup sering melihat ponselnya. Setelah banyak mengobrol, aku berpamitan padanya. Dia mengantarkanku ke depan, dan melepas kepergianku. Dan hubungan kami semakin lama semakin dekat. Sampai pada akhirnya ketika liburan semester tiba, aku mengajaknya pergi ke tempat yg selama hidupnya belum pernah dia datangi.
.
.
Rumahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar