Minggu, 28
Desember 2014 , 22:43 WIB
Hari ini tepat seminggu setelah
gua putus dari Cumi cewek yang udah gua pacarin sejak 1 tahun 9 bulan 7 hari
yang lalu. Di malam seminggu yang lalu secara via telepon gua putusin
baik-baik. Bukan hanya keinginan gua, tapi memang udah sama-sama merasa tidak
cocok jadi ini merupakan keputusan bersama yang mungkin sama-sama juga
merasakan sesuatu yang sakit tapi tidak berdarah. Tidak terkecuali gua, sebagai
seorang cowok mungkin gua terlalu lembut atau apa karena ga bisa moveon secepat
itu. Bahkan sampai saat ini gua masih ngerasa kehilangan. Dan entah kenapa
memikirkannya 2 kali lebih sering dibanding sebelumnya. Berbagai kegiatan buat
menyibukkan diri sendiri udah gua coba dari mulai maen game, nonton anime,
pergi ke rumah sodara, bermain dengan adek, makan tidur nonton tv, semuanya
untuk sebisa mungkin lepas dari hape. Tapi pada kenyataannya sama saja, gua
masih ngerasa merindukan sesuatu yang udah lama hilang dan menjadi kebiasaan.
Mungkin sekarang merupakan titik
balik buat gue dimana yang sebelumnya
gue yang selalu memberikan rasa sakit buat dia. Banyak banget, gue juga sempet
dan selalu berpikir untuk mengakhiri hubungan ini entah kapan. Pemikiran yang
bodoh emang, berpikir seperti itu. Dalam benak gue, gue pengen ya punya jodoh
dengan perempuan yang lebih muda dari gue. Kalo cumikan lebih tua sebulan
kurang. Dia selalu berharap gue itu jodohnya. Tapi apa respon gue ? Cuma biasa
aja malah seperti mengabaikannya. Juga ketika dia berharap untuk merayakan
anniversary yang ke dua, respon gue seperti biasa biasa saja tidak antusias
mendengarnya. Dalam benak gue hanyalah kapan waktu untuk bisa memutuskan ikatan
ini. Tapi gue ga pernah menyangka akan seperti ini, gue sendiri seperti
menyesalinya tapi apa boleh buat.
Gue harus sadar ama diri gue
sendiri, dia terlalu sempurna buat gue. Sedangkan gue tidak bisa memberikan
yang terbaik buat dia, jangankan itu apa yang dia pengen termasuk harapan2 yang
tadi diatas gue gaa bisa menyambutnya dengan baik sehingga membuat dia senang
dan bahagia. Tapi gue malah berpikir untuk tidak seperti itu, takutnyaa gue ga
bisa ngasih dan dia merasakan kekecewaan yang teramat dalam dan tentunya sakit
hati. Ya semuanya jadi serba salah paham. Dia selalu ada buat gue, tapi gue
disaat dia butuh gue malah ga ada dan marah2 bukannya menyemangati tapi malah
membebani.
Kalau dipikir-pikir, keputusan
ini memang ada baiknya entah buat gue ataupun buat dia. Pertama mungkin keputusan ini diambil bersama
meskipun gue yang memulai dan yang mengakhirinya itupun karena dia yang bilang
buat gue lepasin baik2 karena kita jadian pun baik2. Jadian yaa itu sudah lama
sekali. Mungkin dalam benak gue jadian itupun setelah mengetahui kebenarannya
ternyata bertolak belakang sehingga selalu merasakan sakit. Padahal jadian dan
sebelum jadian itu diawali dengan berbagai kemajuan dan merupakan yang terbaik
buat gue tapi gue masih diantara mereka. Selanjutnya adalah yang sebelum
keputusan itupun kita udah seperti pisah ranjang, tanpa kabar tanpa berita. Dia
sibuk dengan dunianya, gue juga sibuk dengan dunia gue. Dan itu berlangsung
selama berhari-hari. Sehingga membuat kita untuk mengambil keputusan ini. Dan
keuntungan buat gue karena sepertinya dia tidak terlalu terpukul. Berbeda
dengan putus nyambung sebelumnya. Gue sih berharap gue yang diputusin dan gue
yang ngerasain sakitnya dan mengiyakannya.
Awalnya dia selalu memutuskan gue ketika
terjadi kemarahan besar, dan disitu gue selalu meyakini dia dan meminta buat
balikan lagi. Seiring berjalannya waktu, ini dimulai ketika kita membuka cerita
hidup sebelum bertemu selagi pendekatan dan semua tentangnya. Dari situ gue
menjadi kalang kabut, seperti hati gue yang sudah dicabik-cabik terasa sekali
sakitnya tetapi tidak berdarah. Gue mencoba menutupi semua itu, mencoba kembali
menerimanya apa adanya. Dan seiring waktu berjalan gue menjadi biasa saja,
meskipun ketika disinggung, perasaan itu kembali ke permukaan. Dari situ ketika
terjadi keributan lagi dan berakhir dengan lepasnya ikatan dia menangis,
menangis dari dasar hati. Gue bisa ngerasainnya. Dan membuat gue kembali
bertahan ga pengen melihat dia nangis dan menderita. Tak terasa kita kembali
perang hubungan, kita saling melancarkan serangan kata-kata yang meyakinkan dan
alasan2 yang menguatkan. Dan ketika gue kembali menyerah, dia hanya sedikit
menunjukan kesedihannya dan dia pun menyetujuinya. Sebelumnya dia bercerita
bahwa ada yang suka sama dia. Diapun belum berubah seperti biasa selalu
ngabarin gue padahal udah putus. Dari situ gue ngerasa takut dia direbut orang
itu. Keesokannya gue minta balikan ma dia dan dia pun dengan senang hati
menerima gue. Dan kita berjalan kembali bersama.
Dan malapetaka pun tiba, karena memang
keegoisan gue. Semenjak dia sibuk gue selalu marah2 sendiri dan kita juga
sempet pisah ranjang tapi itu berakhirnya dengan rujuk kita menyadari kesalahan
masing2 dan menyampaikan curhatannya masing-masing. Beranjak dari kejadian itu
gue mencoba untuk mengerti kesibukannya. Setiap hari ketika sempat gue selalu
ngabarin dia meskipun tahu itu bakal sia-sia tapi gue ngerti kalau dia lagi
sibuk dan tidak berpikir lain2. Tapi beberapa hari gue seperti itu, mungkin
tidak ada artinya dimatanya. Seakan hanya dilihat tanpa dihiraukan. Hanya
sebagian kecil. Gue masih sabar menghadapinya. Hingga suatu waktu ketika gue
mengaktifkan sosial media gue, gue baru tahu dia juga udah melakukan hal yang sama dan sepertinya udah lama. Gue lihat
disela2 kesibukannya dia sempat
membuat status ataupun mengganti potonya
dan selain itu dia sempat juga berpoto dan menguploadnya. Ketika gue lihat
poto2nya, yang bikin gue tercengang adalah poto bersama temannya cewek cowok
yang hanya sebagian kecil dari kelasnya. Ga masalah kalo itu acara kelas atau
apa dan cewe semua, yang menjadi masalah adalah pertama dia ga bilang mau maen
ke pantai bersama temen kelasnya kedua ternyata ada cowoknya. Beginilah rasanya
mempunyai perasaan yang dalam, sehingga hal sekecil itupun membuat kecemburuan
yang begitu besar. Oke gue masih sabar, mencoba melupakan dan seolah-olah tidak
pernah terjadi.
Dari situ gue mulai jarang ngabarin, bukannya sadar malah
menjadi-jadi. Dia lebih mengutamakan untuk ngabarin di sosial media ketimbang
mengirim pesan kosong ke gue. Dari situ gue jadi jarang juga ngabarin dia. Dari situ
dia muncul, mempertanyakan kelanjutan hubungan ini bukan mempertanyakan kenapa
ini terjadi. Gue jawab terserah, dari situ gue udah ga tahan meskipun pengen
gue sembunyiin. Lantas gue bilang kalau gue ga suka, dengan santainya dia
bilang untuk memutuskan ikatan pertemanan di sosial media antara gue dan dia
supaya gue ga liat apa yang dia lakukan.
Daripada itu, gue memilih untuk menghapus semua aplikasi sosial media di
hape gue. Dan hanya tersisa facebook. Karena gue sebagai ketua kelas
menyampaikan segala sesuatu di facebook. Dia juga berasalan sama, karena anak2
kelasnya sekarang lebih cenderung untuk berkomunikasi di sosial media. Alasan itu gue terima karena gue juga sama, gue ga
ngelarang dia aktif. Tapi yang jadi masalah buat gue dan bikin gue gasuka, karena lebih
mentingin bikin status, poto2 trus diupload dll. Gue juga tahu itu kebiasaan
dia sebelum pacaran ama gue juga. Gue ga masalah, tapi kenapa diantara waktu
itu ga sempat buat ngabarin gue, ga tau apa gue nunggu kabar darinya ? apakah
ini balasannya atas semua yang telah gue perbuat ?
Seakan
dia tahu kelemahan gue, gue ga terlalu fanatik sama sosial media gue juga
jarang aktif. Karena ga penting buat gue, hanya ada kesempatan gratis wifi baru
gue bikin status ganti poto dll. Asal tahu juga, gue disini (Bandung) jarang
maen toh kalo maen pun keluar boncengannya cowok lagi cowok lagi dan itu kalo
diajak biasanya gue sendirian ketika mereka pergi keluar. Mungkin karena
kendala tidak ada kendaraan lainnya.Juga pada dasarnya gue jarang maen.
Semenjak itu gue putuskan untuk tidak
menghubunginya membiarkan dia untuk sepuasnya menjalani kehidupannya dan gue ga
mau ngganggu saat2 dia berinteraksi
dengan temannya atau melakukan kebiasaannya. Dan pada saat yang bersamaan dia
juga ga ngasih kabar ke gue mungkin karena udah terbiasa dengan dunianya
sehingga sudah terbiasa ada atau tidaknya kabar dari gue. Setelah beberapa hari
dan akhirya masa kuliah gue selesei gue pulang kampung dan dengan tanpa mengurangi
rasa hormat mengganggunya gue putuskan untuk tidak mengabarinya. Sampai pada
saat dirumah, dia kembali ngabarin entah untuk mengakhiri karena kita kembali
berkomunikasi untuk kelanjutan hubungan ini. Dari situ kita ungkapin kekesalan
kita. Dan seperti sudah siap, dia meminta gue untuk mengakhiri hubungan ini
setelah sekian lamanya. Dan tanpa pikir panjang, karena gue takut kalau gue ga
ngambil keputusan malah menggangu gerak-geriknya. Jadi pada saat itu juga gue bilang untuk mundur dari hubungan ini
karena gue rasa dirinya bukan untuk diriku. Semua kebaikannya, kecantikannya,
kelembutannya, kepeduliannya, kasih sayangnya terlalu besar buat gue dan gue ga
bisa membalasnya kecuali dengan rasa sakit. Maka dari itu dengan berakhirnya
hubungan ini gue berharap dia bisa menemukan yang setara atau lebih tinggi darinya yang bisa menerima semua kelebihannya
dan memahami semua kekurangannya. Karena gue yang tidak pantas untuk
disampingnya.
Ibarat sebuah kerajaan di dalam sebuah
dongeng. Ada seorang putri dari kerajaan yang jatuh cinta pada seorang rakyat
biasa. Begitupun rakyat biasa dengan begitu senang menyambut putri didalam
hatinya. Karena itu merupakan sebuah pencapaian tertinggi sang rakyat itu.
Entah takdir atau apa, mereka saling mencintai, saling menutupi kekurangan dan
memahaminya. Tapi pada dasarnya terdapat perbedaan yang mencolok antara
keduanya. Sang putri yang dibesarkan dengan baik dan tentu saja lingkungan yang
tinggi derajatnya. Sedangkan si rakyat sama2 dibesarkan dengan baik namun mempunyai
lingkungan yang seadanya. Bahkan lebih sering untuk menyendiri ketimbang
bermain atau bersenang-senang dan itupun dilakukan dengan teman-teman sebayanya
tanpa campur tangan pihak wanita.
Yang sejatinya perbedaan itu tidak bisa
dihilangkan, akan muncul waktunya dimana sikap itu keluar dengan sendirinya.
Meskipun sang putri menerima apa adanya si rakyat itu dan bersikap kerakyatan
untuk mengimbangi si rakyat tapi dia tidak bisa menghilangkan sikap aslinya
yang high level. Sedangkan sikap aslinya itu si rakyat tidak mudah untuk selalu
mengimbanginya. Apa yang dipunyai sang putri tidak selalu dipunyai si rakyat.
Tapi apa yang dipunyai si rakyat sudah pasti dipunyai sang putri. Sehingga saat
sikap sang putri muncul si rakyat tidak selalu bisa menerimanya karena alasan
tertentu. Sehingga seiring berjalannya waktu daripada si rakyat merasakan
perasaan yang selalu tidak menentu karena kelas yang berbeda dia memilih untuk
mundur dan mengakhirinya sehingga memberikan kesempatan sang putri menemukan
yang sesuai mungkin sang pangeran dari kerajaan sebelah. Dengan begitu apapun
yang mereka lakukan mereka tidak perlu menghkawatirkan perasaan satu sama lain
merasakan menjadi satu sama lain. Sehingga dengan demikian mereka bisa hidup
bahagia. Sedangkan si rakyat harus menyadari dirinya sendiri dan menemukan
kembali semangat hidupnya dan sebisa mungkin untuk tidak melihat keatas juga
menemukan sosok penggantinya yang sebaya dan sederajat dengan dirinya. Dengan
begitu si rakyat juga bisa menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya dari
pendampingnya itu. Meskipun sama2 berakhir dengan kebahagiaan, tetapi
kebahagiaan mereka berbeda. Karena mereka sejak awal pun sudah berbeda. Dan
perbeedaan itu tidak bisa menyatukan mereka. Sebab persamaan akan merasakan hal
yang sama sehingga kemungkinan akan kehancuran bisa dijegah dengan merasakan
menjadi oranglain...
Diseleseikan
:
Selasa, 30
Desember 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar