Akhir-akhir ini gua sering kepikiran sama orang yang pernah deket atau biasa dibilang gebetan. Ini
karena temen gua tiba-tiba memperlihatkan beberapa fotonya bareng mantannya.
Saat itu gua merasa biasa saja karena memang lagi sibuk nonton film di laptop.
Tapi waktu sebelum tidur gua merasa terjangkit penyakit temen gua itu. Hingga
akhirnya sebelum tidur, gua kembali
bernostalgia dengan beberapa percakapan singkat (sms) di handphone gua dan ada
satu percakapan yang bikin gua teringat yang saat itu gua merasa deket
banget sama dia. Disitu kadang gua tertawa senang sekaligus sedih.
Cerita ini sudah sangat lama
sekali, mungkin sudah usang dan berdebu. Namun masih jelas ingatan gua tentang
cerita ini dan gua ingin mengabadikannya dalam tulisan gua ini sekaligus mencoba menyampaikan pesan yang tidak bisa
tersampaikan secara langsung. Meskipun gua bingung mulainya dari mana
karena memang sudah lama sekali. Tapi gua akan coba untuk mengkronologikannya
sebaik mungkin.
Saat
itu, semester satu sebagai mahasiswa baru di kampus, gua ngerasa ada banyak
perbedaan dengan dunia kampus yang gua liat di ftv ataupun yang gua bayangkan.
Mulai dari masuk kuliah, berpakaian, dosen, dan masih banyak lagi. Terutama
masalah perempuan. Kelas gua, jurusan gua krisis yang namanya perempuan. Hanya
ada 3 orang di kelas gua, dan tidak lebih dari 20 orang se angkatan gua di jurusan
gua. Itu fakta yang pertama. Fakta yang kedua, berbanding terbalik dengan
jurusan lain yang mayoritas cewek semua. Disitu gua ngerasa dizolimi.
Meskipun
begitu gua tetap kuliah dengan riangnya. Jadwal kuliah gua terbagi jadi 2
tempat, satu di fakultas dan satu lagi di gedung bahasa. Karena ada beberapa
mata kuliah yang umum sehingga dilakukan di luar fakultas. Selebihnya semua
mata kuliah dilakukan di fakultas masing-masing. Ada 2 mata kuliah di semester
1 yang dilakukan di ruang bahasa itu. Yaitu, Bahasa Inggris dan PKN. Semua
cerita kali ini berasal dari tempat ini.
Bahasa
Inggris 1 adalah matkul wajib yang harus diambil maba di semester 1 untuk semua
mahasiswa. Selain itu ada program lanjutan diluar kelas yang jadi nilai
tambahan Bhs Inggris dengan jadwal fakultas masing-masing. Sehingga gedung
bahasa ini selalu penuh dengan maba yang mengikuti program ini. Salah satunya
gua dengan jurusan gua.
--- Setengah semester kemudian. ---
Lebih
tepatnya entah kapan terjadi, tapi yang jelas semuanya bermula dari sini.
Ketika itu gua biasa mengikuti program bahasa inggris ini bareng temen2 sekelas
gua. Hingga pada saat itu, gua melihat perempuan yang menarik perhatian gua. Di
dalam kelas itu, dia duduk menyamping sehingga gua hanya bisa melihatnya dari
samping. Setelah menunggu dengan sabar, akhirnya dia menoleh ke arah gua dan
pada saat itu juga gua ngerasa kalo gua suka sama dia. Tapi imajinasi gua terlalu
tinggi, setelah kelas selesai kita bubar dan ga ketemu lagi.
Mungkin
pada saat inilah Tuhan mendengar doa gua, hingga akhirnya di suatu hari di
fakultas gua, dengan tepat gua berpapasan dengannya. Hanya saja, pada saat itu
gua hanya sesekali mencuri kesempatan untuk bisa melihatnya lagi, memastikan
bahwa pertemuan gua di program itu ga cuman mimpi, sebelum gua bener2
melewatinya. Dari situ gua merasa bahagia, karena ternyata kita satu fakultas.
Gua
kembali mengikuti program itu, berharap bisa ketemu lagi ama dia. Nah, gua agak
lupa2 ingat. Yang jelas, entah dari mana
mulainya. Temen kelas gua, tau ama dia. Bahkan mereka satu ukm gitu. Dan mereka
sama2 dari daerah yang sama. Kebahagiaan gua ga berhenti disitu, gua desek temen
gua buat ngasih tau namanya dan akun sosialnya. Awalnya temen gua ga sejalan
ama gua. Kesuksesan adalah proses sabar yang tidak dirasakan. Sesuatu semacam
itu. Karena pada saat itu gua ga terlalu ngotot juga, semuanya mengalir pada
waktunya. Kadang gua lupa, kadang ya udahlah mungkin emang bukan jodoh. Tapi berpapasan gua ama dia jadi semakin sering. Karena itulah yang meyakinkan gua ke
temen gua dan ga berhenti minta bantuannya.
Hingga
akhirnya temen gua ngasih tau namanya, kelasnya, jurusannya, nama daerah
rumahnya, bahkan gua udah dapet salah satu akun media sosialnya. Dan pada saat
itu juga udah gua add, hanya saja belum saatnya untuk tampil di panggung.
Setelah itu gua nyari di medsos lainnya, dengan mengandalkan id line-nya gua
cari nama akun dia di instagram. Dan sore hari itu masih inget jelas gua, gua
request ig-nya yang di private. Dan taraaaa, beberapa jam kemudian ketika gua
cek hp, dia accept ig gua dan langsung di follbacknya malahan ada beberapa foto
gua yang dia like. Mungkin dia udah sedikit mengetahui gua dari temen gua itu,
mungkin. Makanya sampe langsung di follback dan ngelike segala, mungkin.
Teriak,
jingkrak-jingkrak, guling-guling di kasur asrama yang kala itu juga temen2
sekamar ada. Mereka heran dengan tingkah laku gua, dan dengan bangganya gua
bercerita ke mereka. Hingga akhirnya temen2 gua tau kalau gua lagi
ngedeketin cewek. Dan satu lagi jalan Tuhan yang mencoba mendekatkan gua dengan
dia. Temen gua punya temen yang temenan sama dia. Wah gua makin ngerasa udah di
restui ama temen2 gua. Dan setelah itu barulah dimulai lembaran perkenalan
kedekatan keregangan hubungan gua ama dia.
Malamnya
gua langsung chat dia di line, mencoba ngasih tau gua yang tadi follow di ig.
Dan beberapa saat kemudian, agak lama sih. Dia bales, bales, dan bales lagi
dengan sederhananya. Simple, to the point, singkat padat jelas, dan semua itu
bermakna satu, dia cuek. Suatu tantangan buat gua dimana gua harus selalu
mencoba bertahan dengan berakhiran ? (tanda tanya) agar percakapan ini tidak
berakhir. Dan gua selalu menjadi yang terakhir bales sebelum dia bales lagi
esok paginya. Begitu terus seterusnya. Sampai dia lupa bales padahal udah
nge-read.
Sebelum
sampe situ, masih diawal perkenalan gua udah ngelontarin pertanyaan bodoh.
“kamu punya cowok?”. Alasan gua bertanya seperti itu, ya agar gua tau. Kalo dia
punya cowok berarti pupus sudah harapan gua kalau engga gua bisa meneruskannya.
Tapi setelah gua cerita ke temen2 gua, mereka semua sepakat mengatai gua, bodoh. Dan reaksi dia ketika bales pertanyaan
itu yang sampai sekarang sering dijadiin meme bercandaan temen2 gua ke gua.
“Naha jadi bahas eta?”. Ya mungkin kalo face-to-face gua udah gagap. Tapi meski
begitu, ga berakhir percakapan gua ama dia. Bahkan gua sempet mintai nomernya
atau gua dapet dari temen gua entah, yang jelas kita sms-an untuk beberapa
lama. Dan gua masih sering papasan ama dia yang selalu ama temen2nya dengan
tingkah sama, melewatinya tanpa satu patah kata. Dan akhirnya dia belum tau gua
orangnya yang mana.
Gua
terus mencari apa kesukaannya kesenangannya dll tanpa tau kalo yang gua lakuin
ini adalah perbuatan bodoh lagi, gua tau kalo dia suka cerita komik detektif
jepang yang gua tau ketika gua stalking line-nya, mengajaknya ketemuan buat
minta komik atau anime itu, yang jelas2 siapapun pasti takut. Orang asing yang sok
kenal, tau tentang apa yang disukanya, dan ngajak ketemuan. Hingga akhirnya dia
menjauh dan menghilang. Gua hanya bisa kembali terdiam, melewatinya kembali
saat berpapasan. Temen2 geng gua yang suka ember manggil nama gua ketika ada
dia. Yang sebelumnya gua udah ngasih tau dia itu yang mana orangnya. Karena
chat gua yang ga dibales, gua cuman bisa pasrah. Kalo chat gua udah di baca
tapi ga bales, dan seterusnya ternyata ga dibales, yaudah simple. Dan sampailah
di penghujung semester 1 yang gua lalui dan terbawa suasana sehingga dia udah
ga gua pikirin lagi. Lupa.
--- Libur Semester Ganjil, 2 Minggu Kemudian ---
Masuk
semester dua gua udah sepenuhnya lupa sama dia. ditambah perasaan galau yang
saat itu gua baru putus. Dan setelah berjalan beberapa minggu akhirnya gua
melihatnya, disuatu hari kalau tidak salah di lobby fakultas gua, dia lagi
duduk bareng temen2nya dan jujur saja dia semakin cantik saja. Temen2 gua yang
bareng gua juga mengiyakan. Tak lama dari situ, gua beranikan untuk mencoba
menghubunginya lagi. Dan masih dengan respon yang sama. Padahal dia adalah
perempuan yang gua perlihatkan ke mantan gua ketika bertemu. Dengan penuh
pedenya gua perlihatkan fotonya yang gua ambil dari ignya. Yap gua mungkin udah
ngelakuin hal yang bodoh.
Namun
sama seperti semester sebelumnya, kedekatan gua ama dia juga ga bertahan lama.
Hanya beberapa minggu sebelum akhirnya dia mengakhiri percakapan dengan
perlakuan yang sama, dan gua dengan sifat yang sama. Dan lupalah gua ama dia
dengan setumpuk tugas kuliah yang semakin sini memberatkan. Hingga akhirnya
tiba liburan semester genap yang lama banget, hampir 3 bulan. Dan liburan itu
gua manfaatkan pergi ke rumah temen gua yang ada di Bali. Dan kalau tidak
salah, sempet pada saat masih di Bali, ketika ulangtahunnya lewat, gua ngucapin
juga.
--- 3 bulan kemudian ---
Setelah
sepenuhnya lupa dengan kedekatan gua ama dia, gua kembali pada kebiasaan gua.
Kejadian yang terjadi yang melibatkan dia tidak banyak. Hanya saja di semester
3 ini gua kembali menghubunginya, awalnya hanya untuk memastikan. Kata temen2
gua untuk coba kontek lagi, kalo masih sama, fix. Gua turuti dan akhirnya sama.
Sampe-sampe temen gua ikut kesel, dan temen gua coba berkenalan dengan dia dan
melihat apa reaksinya sama dengan semua orang atau hanya ke gua. Awal2nya
mereka nyambung karena bercerita tentang anime yang gua ga tau, tapi temen gua
juga nyerah ga bisa ngeladeni tipe orang kayak dia. Dan temen gua memberikan
salut ke gua, karena bisa bertahan sampai sejauh ini. Yang padahal tiap
semester udah di php-in. Tapi tetep aja suka. Entahlah gua juga bingung, karena
untuk menyukai seseorang terkadang alasan yang masuk akal saja tidak cukup. Lebih
dari itu, kepercayaan.
Dan bisa
ditebak akhir dari semester 3 ini bagaimana ? sama seperti sebelumnya. Berakhir
di tangannya. Membiarkan waktu menghapus kembali kedekatan gua ama dia. Sampai
pada akhirnya di semester 4 gua melihat fakta yang cukup menjatuhkan. Di ig-nya
di statusnya, terlihat seorang cowok dengannya dan nama seorang cowok, fix dia
udah punya cowok. Dan memastikan ke temen gua yang temennya temen dia, dan
membenarkan berita itu. Jadi selama semester 4 itu, gua tidak kembali
menghubunginya seperti semester
sebelumnya.
Dan
satu2nya kekesalan gua, gua kembali hanya bisa melewatinya ketika berpapasan.
Melihatnya dari jauh, menundukan kepala saat berpapasan, dan entah dia kenal atau tidak, sepertinya cukup sampai disini. Terlebih dia juga udah punya cowok,
jadi memang belum hinggap juga karena memang bungaku, wanginya belum sampai
padanya.
--- Satu semester kemudian. ---
Melewati
semester 4 seperti biasa-biasa saja. Hingga akhirnya masuk semester 5. Dan
semua cerita ini ada kemajuan. Berawal dari berita bagus buat gua, duka buat
dia. Gua kembali teringat ama dia. Dan mulailah gua stalking lagi hanya untuk
memastikan bahwa dia ada, baik2 saja. Dan suatu keberuntungan buat gua ketika
melihatnya kembali, foto bareng cowo dan status nama cowo udah engga ada. Ini
menandakan bahwa sepertinya mereka putus. Dari situ gua ga langsung
menghubungi. Memastikan apakah berita ini benar apa tidak. Gua ceritain ke
temen2 gua, dan meminta bantuan temen gua yang temennya temen dia, buat nanyain
kabar ini. Dan memang benar adanya, mereka udah putus. Dan berarti kesempatan
gua terbuka kembali.
Gua coba
kembali menghubunginya. Akan tetapi percakapan gua ama dia di semester 5 ini
berbeda dari biasanya. Terkadang dia bales, kadang engga. Tapi beberapa hari
kemudian gua kontek lagi, dia bales terus ilang lagi. Kalau semester
sebelumnya, terus berlanjut beberapa minggu sebelum akhirnya dia menghilang dan
gua ga ngabarin lagi.
Hingga
akhirnya tiba momen terbaik yang pernah ada. Ketika itu lagi libur, tanggal
merah karena perayaan hari raya idul adha. Gua lagi on facebook dan ternyata
dia juga lagi on. Tanpa pikir panjang gua kembali menghubunginya di fb. Dan dia
bales juga. Percakapan gua ama dia berlangsung menarik dan tidak terduga.
Bermula
ketika gua nanyain apakah dia pulang ke rumah apa engga, dan ternyata dia
pulang. Dan hari itu juga dia pergi lagi ke bandung dari rumahnya. Gua terus
saja mengajukan pertanyaan demi pertanyaan demi tujuan gua agar tercapai. Dari
jawabannya gua tau, kalo dia lagi nunggu
elf sejenis bis kecil yang tujuannya ke bandung. Sesampainya di bandung dia
rencana naik angkot atau ojek buat ke kosannya. Karena temen kamarnya juga lagi
pada mudik. Dari situ gua nawarin diri buat bisa jemput. Gua kasi alasan2 yang
menggiurkan. Kalo naik angkot ribet, banyak naik turunnya soalnya jarang yang
langsung satu arah. Naik ojek paling mahal doang. Dan responnya sangat baik,
gua terusin aja. Dan dia sempet bingung malu gitu, dan belum memutuskan juga
takut ngerepotin gua. Dalam hati ya gua gapapa yang penting bisa jalan ketemu
ama dia yang udah jadi incaran gua dari semester 1. Bahkan gua nawarin kalo
emang dia ga dapet bis buat balik lagi ke bandung, dengan rela gua jemput juga
dari rumahnya. Tapi dia nolak. Dari percakapan itu juga gua kembali minta no hpnya untuk bisa memastikan, soalnya gua off kalo ga di kosan.
Jadi
selama percakapan itu belum pada satu kejelasan dia mau apa engga. Sampailah
dia udah di bis dan bentar lagi nyampe. Dia bales chat gua dan memastikan
apakah gpp gua jemput. Dengan jelas gua bales gpp. Dan menanyakan tempat dimana
dia turun biar gua bisa nyampe sana duluan. Dia bales dan ngasih tau tempatnya
sedangkan dia udah bentar lagi. Dari situ gua panik sekaligus kegirangan. Dia
akhirnya mau gua jemput. Tanpa pikir panjang, gua langsung berangkat ke tempat
yang udah ditentuin. Cepat selamat adalah moto gua pada saat itu.
Gua udah
tiba di perempatan yang dia maksud. Belum ada kabar, gua pergi ke warung beli
permen. Dan ada telpon masuk, nomer baru, dan ternyata dia nelpon. Pertama
kalinya gua ngomong ama dia di telepon. Dia udah nyampe, dan gua disuruh ke
depan pintu tol. Dan gua kabarin ke dia gua juga udah nyampe lagi menuju
kesana. Di sepanjang perjalanan itu gua liat kiri kanan takutnya dia. Dan
akhirnya gua menemukannya. Lagi berdiri di seberang jalan bareng bawaannya dan
penumpang cowok lain. Gua muter balik dan mulailah saat2 paling menegangkan di
dunia ini. Gua coba rileks biasa aja dan gua menghampirinya. Sedikit percakapan,
dia naik udah siap. Kemudian kita langsung menuju arah kampus.
Di
sepanjang perjalanan dia nanya itu ini, dan beda banget sama di chat. Dan dia
juga ngasih alasan kenapa dia beda. Dan alasannya ya cukup masuk akal. Jadi gua
iyain. Bercakap-cakap dan gua akhirnya nanyain rumahnya, dan gua sepertinya
tau. Soalnya di pinggir jalan kata dia. Tibalah gua didepan kosannya. Hujan
mulai turun rintik-rintik. Dan disepanjang perjalanan tadi gua berdoa jangan
dulu turun hujan. Ketika udah nyampe gua bawain barangnya, dan menuju depan
pintu. Dia pamit sambil ngasih oleh2 juga buat gua. Gua nerima dan gua juga
pamit pulang. Gua pulang dengan hati riang. Seakan2 dunia lagi baik ama gua.
Tapi sebentar lagi mau nyampe kosan gua, hujan udah gede. Dan gua keujanan juga
sebentar. Dan akhirnya setelah 2 tahun/4 semester gua bisa face to face ama
dia. Dan dia juga bisa tau gua yang mana orangnya.
Berlanjut
percakapan di medsos. Reaksinya memang masih sama seperti sebelumnya cuman dia
jadi agak lebih asik aja. Keesokan malam, kita lagi chatingan seperti biasa.
Dan dia lagi nugas cuman belum makan ketika gua nanya itu. Dan gua ngingetin
dia buat makan, tapi dia ga bisa keluar kalau udah jam malam. Gua nawarin
akhirnya. Awalnya sedikit ada perbedaan pendapat tapi pada akhirnya gua beliin
dan minta temen gua buat nemenin gua nganter makanannya. Gua tiba di depan
pintu kosannya, dia keluar dengan setelan tidurnya, dan temen2 sekamarnya pada
ngeliatin dari depan jendela. Sumpah malu banget gua, tapi seneng juga. Dan
akhirnya gua pulang dan dia meneruskan tugasnya.
Dari
situ pertemuan gua ama dia jadi sedikit intens. Lusa malemnya, karena alasan
gua pengen ketemu cuman apa yang dijadikan objek buat kita ketemuan lagi, makan
dia udah. Jadi beberapa malem ya pasrah ga bisa ketemu. Akhirnya gua ada ide.
Dia punya printer di kamarnya dan pada malem itu gua butuh banget ngeprint buat
besok pagi. Tugas dari dosen. Gua minta bantuannya dan dia mengiyakan. Akhirnya
pas udah jadi, gua ambil berkasnya dan bayar harga ngeprintnya. Meskipun cuman
sebatas ketemu ngobrol bentar dan kemudian pergi, rasanya udah cukup buat gua
bisa ngelihatnya lagi. Kenapa?
Iya
soalnya reaksi dia di chat bener2 berbeda 180 derajat dengan aslinya. Rasanya
seperti mau putus asa menghadapinya di chat. Tapi ketika gua ketemu dia,
perasaan itu ilang dan gua bener2 serius sama dia. Temen2 gua juga berkomentar,
mereka sendiri bakal nyerah jika jadi gua.
Berkali-kali
gua juga ngajak ketemuan ama dia tapi ga ada objek dan dia ga mulai sibuk juga.
Nawarin buat nemenin dia pergi, dia nolak. Dan gua harus sabar menghadapinya di
chat. Perasaan gua serasa berkurang, dan butuh di cas dengan ketemu ama dia.
Buat mastiin bahwa apa yang gua perjuangin tidak sia-sia.
Hingga
akhirnya pada suatu malam ketika kita berbicara masalah tugas akhir
kita/skripsi gua nawarin dia buat ada di daftar terimakasih. Dan sampai saat
inipun gua bakal nepatin janji itu, entah kalau dia. Dari situ percakapan gua
udah mulai ke masalah serius. Dan akhirnya terkirimlah balesan gua yang bikin
dia marah. Dan dari situ, dia bilang takut ama gua. Gua tercengang ga bisa
berkata apa2. Dan itulah balesan terakhirnya. Gua bales berkali-kali tetep ga
ada respon. Sehari dua hari bahkan seminggu sebulan dia ngilang gitu aja. Ga
ngasih tau alasan yang jelas kenapa dia seperti itu. Gua cerita ke temen2 gua,
dan memang gua akui kalo pertanyaan itu memang bodoh, tapi ada alasan
tersendiri kenapa gua bertanya seperti itu.
Akhirnya
gua minta bantuan ke temen gua yang temennya temen dia, temen gua bilang ga mau
terlibat dan dia nyerahin temennya itu biar langsung di chat ama gua. Gua chat
deh temennya dia, dan akhirnya dari situ gua sadar. Dia emang takut ama gua,
entah. Dan setelah gua udah ga chatingan lagi ama dia, ternyata karena dia udah
ada gebetan baru. Oke, mungkin cukup sampai disini.
Dan gua
berpikir untuk berhenti memikirkannya, melupakan tentangnya. Hanya saja di
kampus gua jadi sering ketemu sama dia. Bukan ketemu, tapi gua bisa dengan
jelas melihatnya tapi dia ga liat gua. Sering ketika setiap hari senin sore,
dia ada kelas di lantai dua. Sedangkan gua di lantai 4, gua bisa liat dia dari
atas. Menatapnya penuh menyayangkan, “kenapa ?”. Padahal gua tulus, kalo gua
salah bilang apa yang ga suka dari gua bilang jadi apapun hubungannya bisa
bertahan. Karena memang harus menuntut, jangan sukai apa adanya. Sama kek lagu
Tulus.
Gua juga
kebilang kadang sering papasan ama dia, tapi waktunya malem. Jadi ketika dari
jauh gua liat dia, pada saat papasan kebiasaan dulu tidak berubah setelah
kedekatan itu. Gua nunduk menghindarinya. Atau bahkan berjalan seperti tidak
mengenalnya dan tidak melihatnya. Pernah suatu hari, ketika gua beres kuliah
dan berjalan keluar melewati lobby, dia ada duduk di arah depan gua. Sambil
memainkan hpnya. Gua terus berjalan hingga pada akhirnya temen gua yang lagi
bareng gua berhenti, sekitar 3-4 meter
di depannya. Temen gua berhenti karena rasanya tertinggal sesuatu. Sebelum dia
menyadari gua, gua langsung membalikkan badan membelakanginya dan pada saat itu
temen cewek kelas gua manggil nama gua dengan lantang. Dalam hati ingin berkata
kasar. Cuek aja, dan akhirnya gua ama temen gua kembali ngecek kelas dan gua ga
jadi melewatinya.
Sampai
akhir semester 5 gua udah ga berhubungan lagi ama dia. Sempet ketika dia on fb,
gua chat lagi tapi dia ga bales bahkan ga diliat. Ya sepertinya memang udahan.
Penantian panjang gua, sempet dia menyadari wangi bunga gua dan perlahan
mendekati gua. Tapi dia kembali terbang tepat sesaat sebelum dia hinggap.
Tibalah
di semester 6 ini dan sepertinya bakal sama seperti semester 4 lalu, tanpa ada
kontekan satupun. Dan sejauh ini gua ga pernah lagi melihatnya. Ingin rasanya
kembali ke masa itu. Sungguh sangat disesalkan. Gua hanya bisa kembali
bernostalgia dengan semua pesan yang telah di bales, chat yang pernah dia
bales. Gua pernah bonceng dia pake motor gua, jemput dia, nganterin makan, ngambil
tugas dari dia, meskipun bukan sesuatu yang luar biasa tapi bagi gua itu lebih
dari biasa. Rasanya menunggu dari semester
1 terbayarkan. Meskipun sekarang harus direlakan.
Entah
apa yang akan terjadi kedepannya ya
semoga saja dia dapet yang lebih baik dari gua. Sama seperti mantan-mantan gua
yang pada akhirnya menemukan pengganti gua yang lebih baik. Mungkin baiknya gua
itu, membuat mereka sakit sebelum akhirnya mereka senang. Gua harap dia juga
bisa seperti mereka. Hanya saja jika gua dikasih kesempatan satu kali lagi,
pasti bakal gua terima. Meskipun dia udah berbuat seperti cerita diatas tapi
gua bakal dengan senang hati menerimanya kembali. Tanpa memperdulikan cacian
temen2 gua tentang dia tentang gua.