Entah kenapa aku sering memikirkan
tentang dia. Teman sekolahku dulu. Bukan tanpa alasan, karena memang
akhir-akhir ini kami mulai kembali akrab. Ya, sebelumnya memang sempat akrab
sebelum semuanya terlambat.
Awalnya kami tidak saling kenal.
Hanya mengagumi dari jauh dan berharap aku bisa mengenalnya. Aku sering merasa
iri dengan mereka yang sudah mengenalnya. Tapi apalah daya, aku bukan seorang
yang populer di kalangan perempuan yang dapat dengan mudah bergaul dengan
perempuan cantik meskipun tidak saling kenal. Aku hanya seorang yang menyukai
dalam diam. Membiarkan waktu yang berbicara. Jika waktu menolak, seiring
berjalannya waktu aku akan melupakannya. Tapi waktu berkata lain, memberikan
kesempatan untukku untuk mengenalnya.
Dan harapanku benar-benar menjadi
kenyataan. Karena suatu alasan, aku bisa mengenalnya dan dia bisa mengetahuiku.
Bahkan setiap hari aku bisa melihatnya. Tapi bukan berarti aku dengan mudahnya
berbicara dengannya, bahkan menyapanya pun saja aku masih gugup. Menurutku
orang yang menyukai seseorang akan bertingkah beda ketika berhadapan dengan
orang yang disukainya. Ya, setidaknya itu yang terjadi padaku. Sulit bagiku
untuk bisa berbicara biasa saja dengannya. Padahal dengan teman perempuan
lainnya aku dengan mudahnya berbicara. Mungkin salah satunya adalah aku tidak
ingin menjadi pusat perhatian. Semua teman-temanku pasti ingin mendekatinya
karena memang dia cantik.
Tapi seiring berjalannya waktu, aku
dan dia menjadi akrab. Dan teman-teman yang lainpun melihatnya biasa saja.
Berbicara dengannya sudah biasa bagiku. Hanya saja sebatas itu. Keberuntunganku
tidak sampai disitu, aku mulai mendekatinya di sosial media dan dia meresponku
dengan baik. Bahkan dia menawariku nomer handphone
agar aku bisa menghubunginya. Dan aku merasa nyaman saat berkomunikasi via
perangkat. Terdengar tidak gentle, tapi
it’s okey.
Berawal dari situ, kami mulai
akrab. Berbagi cerita panjang lebar dan terkadang saat berhadapanpun aku sudah
berani dan aku sering mengobrol dengannya. Hingga suatu hari, kami pergi
berlibur ke luar kota selama beberapa hari. Ingin rasanya, duduk di sampingnya.
Tapi aku tidak ingin menjadi perhatian semua orang. Aku menghindari itu. Karena
saat orang-orang sekitarmu mengetahui kemudian di sebarkan, aku dan dia akan
merasa lebih canggung. Dan itu yang aku hindari.
Selama beberapa hari di luar kota
itu, aku senang sekali bisa bersamanya meskipun hanya beberapa saat.
Memperhatikannya dari jauh dan aku senang saat dia tersenyum lepas. Aku putuskan
aku menyukainya. Kemudian lebih mendekatinya agar dia mengetahui semua ini ada
alasan tertentu.
Sampai akhirnya, seorang temanku
curiga kalau aku menyukai dia. Perjalanan pulang berlibur, dia menghubungiku
dan dia menanyakan sesuatu yang sensitif meskipun menggunakan bahasa yang lain.
Aku mengetahui maksud dari pertanyaan ini. Inilah kesalahan terbesarku.
Menyembunyikan perasaanku agar semuanya tetap berjalan seperti seharusnya.
Karena ada orang yang sudah mengetahui perasaanku, mengurungkan niatku untuk
mendekatinya lagi. Aku juga merasa kalau dia mungkin menganggapku biasa saja,
sama seperti teman pada umumnya. Keadaanku waktu itu juga sangat menakutkan,
siapa yang mau denganku? Berteman dan
akrab saja aku sudah senang. Mengharapkannya lebih dari itu aku sudah egois.
Hingga akhirnya aku mendengar kabar
bahwa dia sudah dimiliki orang lain yang memang sepadan dengan dia. Setiap hari
mendengar keluhannya, ceritanya bersama orang itu. Aku hanya mendengarkan dan
mendukungnya. Ingin rasanya melupakannya tapi sulit ternyata. Dia seorang
perempuan yang cantik, baik, putih, tinggi, tulisan tangannya rapih, meskipun
tidak bisa olahraga, rankingnya dibawahku, sukanya ngobrol, kekanak-kanakan
pula, polos, dan seperti itulah dia di mataku. Dan aku menyukainya.
Sampai dia menghubungi ku dan kali
pertamanya lagi aku bertemu dengannya setelah beberapa tahun tidak bertemu.
Bersalaman dan berbicara yang membuatku gugup. Dan dari situlah aku kembali
akrab dengannya meskipun hanya sebatas via perangkat. Mungkin sepertinya akan
berujung seperti sebelumnya. Ingin rasanya mengungkapkannya agar dia
mengetahui, tapi ada resiko yang mungkin harus aku ambil. Karena kemungkinan
besar penolakan dari pada penerimaan, dan jika itu terjadi aku akan lebih
canggung dengannya. Mungkin keakraban kami berhenti sampai disitu. Jika aku
tidak mengungkapkannya, keakraban kita tidak ada perkembangan lebih lanjut.
Seiring berjalannya waktu pada akhirnya juga berhenti tanpa dia mengetahui
perasaanku.
Bagaimana menurutmu?